PENGAJAR(pun) BELAJAR


Saskia Madina namanya. Anak kecil berusia 6 tahun yang kini duduk di bangku Sekolah Dasar kelas I. Sekilas tak ada yang istimewa dari dirinya. Jika dilihat dari “kepintarannya”, ia bukanlah tergolong anak yang pandai. Bahkan jauh dari kata ideal untuk seorang murid. Penampilannya yang acak kadut, jarang mengerjakan tugas dan lebih sering menghabiskan waktu belajarnya untuk melamun dan ngobrol dengan temannya.
Saya tidak bermaksud menunjukkan kejelekannya. Justru dari sinilah saya melihat sisi lain dari dirinya.

Berawal dari hari pertama saya masuk di kelasnya. Biasanya, anak-anak akan nervous saat pertama kali bertatap muka dengan guru. Apalagi guru tersebut seorang laki-laki. Ada satu peristiwa yang membuat saya tersenyum kecut jika mengingatnya. Seorang murid perempuan menangis histeris saat melihat saya masuk kelas (padahal udah dandan kece abis ^^). Berulangkali saya tanya selalu dijawab dengan lirikan mata.
+ “Assalamu’alaikum, apa kabar semua ?”
- ...........................
+ “Loooo.... koq diem. Hayoo... belum mandi ya ??”
- ......................... (senyum-senyum)
  “Ehh... klen koq diem aja ditanya Bapak. Jawablah !!!”
Sekilas saya perhatikan anak yang berteriak menegur teman-temannya.
+ “Siapa namamu nak ?”
- “Saskia Pak....” jawabnya mantap.
+ “Ehh... Saskia Gotik ya ??”
- “Bukan Bapak... ! Saskia Madina. Nih liat bukuku”
Kelas yang semula kaku dan hening, perlahan mulai cair dan hangat.

Ternyata nih anak pandai bergaul. Ia mudah akrab dengan siapapun. Sangat percaya diri dengan penampilannya. Padahal hampir setiap hari guru dan teman-temannya disuguhkan penampilan yang membuat geleng-geleng kepala. Jilbab miring dengan rambut yang menyembul keluar, baju yang tak rapi (lengan kiri tergulung, lengan kanan terkancing rapi ^^). Saat Jum’at ceria (hari dimana anak-anak unjuk gigi di barisan), ia dengan pede maju kedepan. Meraih microphone dan mendongeng dengan gaya ala Stand up Comedy. Dan semua murid yang berbaris (dari SD – SMP – SMA) tertawa dibuatnya.

Murid dengan pola dan tingkah laku seperti Saskia Madina ini yang terkadang menguras perasaan. Di satu sisi, harus sabar menghadapi sikapnya yang malas saat belajar. Di sisi lain, mendatangkan rasa kangen dengan keramahan yang ditampilkannya.

Darinya saya semakin memahami bahwa manusia itu adalah makhluk yang unik dan luar biasa, yang memiliki bakat yang berbeda satu sama lain. Bakat-bakat inilah yang menjadi PR bagi seorang guru untuk menemukan dan mengasahnya. Hingga saat ada seorang murid lemah pada satu mata pelajaran tak langsung membuatnya mengambil kesimpulan bahwa murid tersebut bodoh. Mengharapkan seorang murid memiliki nilai bagus di seluruh mata pelajaran, sama saja dengan mengharapkan buah pepaya, rambutan, durian, jambu tumbuh pada pohon pisang.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
(QS. At-Thin : 4)

Menjadi Manusia Pembelajar sudah menjadi satu paket dengan misi kita di dunia. Ya... belajar dari segala perubahan, belajar dari segala yang kita lalui, pada hakekatnya akan mengangantarkan kita pada bentuk penghambaan pada-Nya.

Ku tahu diri ini lemah
Maka dengan mendekat pada-Nya aku akan kuat
Belajar memahami sekitar
pada hakikatnya menguatkan kita
Karena.....
Belajar berujung pada penghambaan pada-Nya

****

Refleksi 7 tahun menjadi pengajar ^_^

Posting Komentar

6 Komentar

  1. Menyenangkan y pak kalo tiap hari ketemu anak2 yg bikin ketawa. Hehhehe

    BalasHapus
  2. Mantap pak, tulisannya mampu mengantar ke dunia anak anak..

    BalasHapus
  3. Titip towel pipinya Saskia dong. Lucu membayangkan stand up comedynya 😃

    BalasHapus
  4. Mungkin itu yg menjadi salah satu kenikmatan batin seorang guru mas eka.... ^_^

    BalasHapus
  5. Itung-itung mengingat masa lalu mas trigan ( eh mas atau mba' yach :D)

    BalasHapus
  6. Siaapp... Mb Dini, ntar ditowelin dach

    BalasHapus